Percikan air menyeruak ketika Maulana Yudhistira memasukkan ikan ke dalam panci. Yudhis, sapaan akrab lelaki itu, sedang memasak Ikan Asin Biawan Masak Asam.
“Ikan Asin Biawan Masak Asam itu permintaan mamak menjelang ia wafat,”
Mamak adalah bagaimana Yudhis biasa memanggil ibunya. Lebih tepatnya, bagaimana rata-rata orang Kutai memanggil ibu mereka. Akhir 2021, tepatnya pada bulan Desember, beliau meninggal karena kanker payudara.
Di Indonesia, Kanker payudara menempati urutan pertama terkait jumlah kanker terbanyak di Indonesia serta menjadi salah satu penyumbang kematian pertama akibat kanker. Data Globocan tahun 2020, jumlah kasus baru kanker payudara mencapai 68.858 kasus (16,6%) dari total 396.914 kasus baru kanker di Indonesia.
Tak mudah memasak Ikan Asin Biawan Masak Asam untuk seorang pengidap kanker. Kadar garam yang tinggi adalah sesuatu yang mesti dihindari. Sebab, jika dikonsumsi secara berlebihan dapat meningkatkan tekanan darah. “Jadinya kurebus dulu sampai betul-betul enggak terlalu asin,” kenangnya.
Ikan Biawan Masak Asam menjadi salah satu masakan khas di Kalimantan Timur karena faktor geografis. Pasalnya, ikan Biawan adalah jenis ikan air tawar yang hanya hidup dan berkembang biak di area sungai. Namun, Yudhis justru mengungkapkan bahwa sebenarnya menu ini tidak biasa ia santap ketika dahulu tinggal di kampung halamannya di Kutai Barat, tepatnya daerah Loa Deras. Menu ini, justru biasa ia santap ketika berkunjung ke ‘kota’. Kota, dalam konteks cerita ini, tentu adalah Samarinda.
“Biasanya makan itu ketika lebaran berkunjung ke keluarga mamak disini,” paparnya.
Menyumbangkan hasil keuntungan program Memori Rasa untuk pengidap kanker sudah menjadi tujuan Yudhis sejak awal menjalankan program ini. Namun, jika memungkinkan ia ingin secara spesifik menyumbangkan untuk pengidap kanker payudara.
Artikel di atas merupakan hasil kolaborasi antara Muara Kami dan Memori Rasa.
