Pandemi, Transformasi Digital, dan Pedagang Tradisional

April 2020. Covid-19, sebuah wabah yang ditengarai berasal dari Wuhan, Tiongkok telah turut menyerang Indonesia.  Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pun kemudian diterapkan di berbagai kota di Indonesia. Masyarakat Indonesia akhirnya menjalankan aktivitas mereka dari rumah. Baik itu belajar dari rumah atau bekerja dari rumah. Aplikasi video meeting seperti Zoom pun kemudian menemukan pamornya.

PSBB menimbulkan gejolak di masyarakat. Salah satunya di kalangan pedagang pasar tradisional. Sebut saja Ishandi, salah satu pedagang pasar di Pekanbaru. Saat itu, kawasan Pasar Pusat di Pekanbaru selama PSBB tetap diperkenankan beroperasi. Namun, jalan protokol yang menjadi akses menuju pasar ditutup total.

“Sekarang ini kami sudah jatuh tertimpa tangga, kawasan Pasar Pusat masih boleh buka. Tapi, akses jalan menuju ke pasar ditutup. Siapa orang yang mau datang ke pasar kalau aksesnya semua ditutup? Inikan sama saja Pemko Pekanbaru membunuh secara perlahan kepada pedagang,” keluh Ishandi ketika diwawancarai pada 28 April 2020. (Detik,  2020)

Situasi serupa terjadi di Garut, Jawa Barat. Disana, PSBB bahkan berdampak ke turunnya beberapa harga dagangan karena sepinya pembeli.

“Cabai harganya jatuh, seperti cabai inul sekarang Rp12 ribu sampai Rp13 ribu per kilogram, sebelumnya harga cabai inul Rp40 ribuan,” papar Undang, salah satu pedagang pasar induk di Garut pada 8 Mei 2020 (Antara, 2020). Bukan hanya turunnya harga, ia turut mengeluhkan resiko sayur-sayur yang membusuk karena sepi pembeli.

Situasi serupa tentu tidak hanya terjadi di Pekanbaru atau Jabar, namun seluruh pedagang pasar tradisional di Indonesia turut merasakannya.

***

Beberapa tahun berlalu. 2023, pandemi telah beranjak kaki dari Indonesia. Tidak benar-benar pergi, sebenarnya, namun berubah status menjadi endemi. Masyarakat pun dapat beraktivitas sebagaimana semula.

Bagaimana dengan nasib pedagang tradisional?

September 2023, masyarakat diramaikan dengan keluhan terhadap media sosial merangkap e-commerce bernama Tiktok Shop. Keluhan mengenai aplikasi yang dimiliki perusahaan asal Tiongkok, ByteDance tersebut awalnya berasal dari pedagang-pedagang di Pasar Tanah Abang. Mereka mengeluhkan sepinya dagangan mereka dampak tak mampu bersaing dengan Tiktok Shop.

“Benar-benar kerasa kalah saing banget sama online sih,” curhat salah satu pedagang di Tanah Abang saat disambangi Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan di tokonya, Jakarta, 28 September 2023 (Kompas, 2023).

Keluhan serupa juga muncul dari beberapa pasar tradisional di daerah lain. Sebut saja Ida, salah seorang pedagang di Pasar Johar, Semarang.

“Keadaan jadi sepi. Sebelumnya masih ramai, ya salah satunya karena Tiktok Shop itu…,” ucap Ida sembari menata baju dagangannya (Detik Jateng, 2023).

***

Patut diakui, terdapat beberapa faktor mengapa kehadiran e-commerce seperti Tiktok Shop menghasilkan persaingan yang tidak sehat. Salah satunya penjualan barang impor dengan harga murah. Kedua adalah indikasi adanya mikrotargeting terhadap pengguna-pengguna di Tiktok Shop yang membuat setiap barang yang dijual disana menyasar pembeli yang telah dipetakan.

Namun, ada satu hal yang perlu menjadi sorotan; berubahnya perilaku konsumen pasca pandemi. Sebuah jurnal berjudul The impact of COVID-19 on the evolution of online retail: The pandemic as a window of opportunity yang dituliskan oleh Levente Szász bahkan menyebutkan bagaimana pandemi melahirkan sebuah evolusi dalam dunia berbelanja. Di seluruh dunia, dalam waktu singkat orang-orang mulai berbondong-bondong memakai e-commerce.

Indonesia pun tak lepas dari pengaruh itu. Berdasarkan data yang dihimpun oleh Katadata dalam kurun waktu 2018-2022, transaksi e-commerce bahkan melesat jauh dari 206 triliun pada tahun 2019 menjadi 530 triliun pada tahun 2022.

Tentu peran pemerintah berperan penting dalam perubahan ini, terutama dalam persoalan regulasi. Namun ada satu poin paling penting; yaitu bagaimana para pedagang tradisional juga perlu adaptif terhadap situasi ini.

Sebab, hanya ada satu hal yang pasti di dunia ini; yaitu perubahan.

Tulisan ini dibuat oleh Mutiara Oktavia Damara, mahasiswi Program Studi Administrasi Bisnis Universitas Mulawarman angkatan 2021 yang saat ini sedang menjalani program Merdeka Belajar Kampus Merdeka di Universitas Padjadjaran, Bandung.

Referensi:

Szász, L., Bálint, C., Csíki, O., Nagy, B. Z., Rácz, B. G., Csala, D., & Harris, L. C. (2022). The impact of COVID-19 on the evolution of online retail: The pandemic as a window of opportunity. Journal of Retailing and Consumer Services, 69, 103089.
Tanjung, C. A. (2020, April 28). Pedagang Pasar Pusat Pekanbaru keluhkan PSBB: Kami bak jatuh tertimpa tangga. Detiknews. https://news.detik.com/berita/d-4994361/pedagang-pasar-pusat-pekanbaru-keluhkan-psbb-kami-bak-jatuh-tertimpa-tangga
Ferdinan, Y. (2020, May 8). Pedagang di Pasar Induk Garut keluhkan sepinya pembeli saat PSBB. ANTARA News Jawa Barat. https://jabar.antaranews.com/berita/158061/pedagang-di-pasar-induk-garut-keluhkan-sepinya-pembeli-saat-psbb
Setiawan, S. R. D. (2023a, September 28). Pedagang Tanah Abang Keluhkan Harga di TikTok Shop Jauh Lebih Murah, Ini Kata Mendag Halaman all – Kompas.com. KOMPAS.com. https://money.kompas.com/read/2023/09/28/211722726/pedagang-tanah-abang-keluhkan-harga-di-tiktok-shop-jauh-lebih-murah-ini-kata?page=all
Purbaya, A. A. (2023, September 26). Pedagang Pasar Johar juga keluhkan dampak TikTok Shop. Detikjateng. https://www.detik.com/jateng/bisnis/d-6951321/pedagang-pasar-johar-juga-keluhkan-dampak-tiktok-shop
Perkembangan Transaksi E-Commerce di Indonesia (2018-2022). Katadata.co.id


Posts created 2

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Begin typing your search term above and press enter to search. Press ESC to cancel.

Back To Top