The Godfather dan Gerakan Naif Tanpa Identitas

           

Tulisan ini ditulis penulis sebagai tanggapan atas tulisan Ciel Phantomive.

Don Vito Carleone, Aku tidak suka membalas dendam, karna itu tidak akan mengakhiri peperangan (The GodFather 1972) Keadilan, apa yang dimaksud dengan keadilan sebenarnya. Seseorang bisa membunuh citra orang lain tanpa mengotori tangannya, seakan semua bukan salahnya. Itu salah keadilan. Semacam kepercayaan yang punya konsekuensi terhadap apa yang akan terjadi. Dalam kasus lain, seseorang bisa saja membunuh orang lain demi melindungi orang lain, itu semua atas dasar keadilan. Tetapi Don Vito Carleone berbeda, mata dibalas mata, luka dibalas luka. Jika seseorang tidak membunuh, maka ganjarannya bukan pembunuhan, melainkan apa yang sudah ia lakukan, sesuai. Mungkin itulah alasan mengapa Film tersebut diberi judul dengan The Godfather, Ayah baptis. Yang diawal film dijelaskan, “Jika kamu ingin keadilan, maka datanglah kepada Don Vito Carleone.” Jika Tuhan memberi keadilan di akhirat, siapa yang akan memberikan keadilan di dunia? Ya, Don Vito Carleone, dialah sang pengadil. Sebab kita lebih menderita di dunia daripada di akhirat. Dan apa yang disebut keadilan, adalah ketidakadilan.

            Mengawali tulisan dengan berbicara keadilan, terlalu berat dan tentu saja membosankan. Mari kita beranjak, lalu lupakan sejenak soal keadilan. Kita sedikit menilik perihal Don Vito Carleone.  Seorang bos mafia besar dengan segala macam privilege. Tentu sebagai mafia besar dari 5 keluarga Italia, dia adalah sosok penting yang memiliki banyak kenalan orang penting pula. Don Vito memiliki hubungan khusus dengan para politisi sampai hakim, bahkan sampai kepada pembunuh terkejam sekalipun. Namun dalam perjalanannya, Don Vito tidak suka mengotori tangannya hanya karna ego pribadi. Ia seseorang yang akan mengambil keputusan secara dingin dan penuh pertimbangan. Sosok yang wajar jika bisa menjadi bos mafia besar dan menguasai New York. Berbicara mengenai sosok Don Vito, tidak ada hal yang mengerikan daripada seorang pemimpin besar dengan ketenangan. Itu sebabnya, jika satu sosok menguasai suatu wilayah atau organisasi, tanpa ketenangan, apa yang dikuasainya akan berantakan. Hilang bersama seluruh rencana besarnya.

            Seseorang mengatakan, bahwa dalam satu gerakan rakyat, tidak dibutuhkan satu sosok yang menguasai gerakan tersebut. Luar biasa, dengan segala kepercayaan, bahkan manusia butuh sosok Tuhan untuk mengerti makna kehidupannya. Don Vito tidak hanya menjadi otak gerakan mafianya, melainkan juga menjadi jiwa gerbong mafia tersebut. Lantas kemudian tujuan dari gerbong mafia bisa berjalan dengan lancar. Bagaimana jika suatu organisasi tidak memiliki penggerak dalam mencapai tujuan mereka, mustahil rasanya sebuah mesin bergerak tanpa sang pencipta sistem. Namun demikian, Don Vito, perlu menyadari kebutuhan keluarganya, laki-laki yang tidak meluangkan waktu dengan keluarganya, tidak akan bisa disebut sebagai laki-laki, begitu kata Don Vito. Dalam satu kasus misalnya, keluarga, dalam keputusan sekecil apapun, harus ada yang mengambil keputusan, jika tidak ada, maka tidak ada pengambilan keputusan. Apalagi jika menyangkut perihal negara atau semacamnya.

            Sekarang lihatlah negara kita, Indonesia, beberapa belakangan ini banyak sekali hal-hal yang mengejutkan dibawah kepemimpinan pak Jokowi. Banyak sekali hal yang tidak bisa diterima secara nalar atas keputusannya. keputusan yang hadir bukan dari kepemimpinan keluarga yang disebut Indonesia, melainkan keputusan yang diambil atas nama kelompok penguasa keluarga. Itu kemudian yang membedakan Jokowi dengan Don Vito. Lantas jika sudah begitu, lihatlah, betapa setiap hari Indonesia memberikan ketakukan-ketakutan bukan ketenangan. Sehingga kemudian rasa tidak percaya lebih banyak tumbuh daripada kepercayaan. Perbandingan yang adil dengan membandingkan pak Jokowi dengan Don Vito.

            Baiklah, dalam urusan gerakan rakyatpun sebenarnya polanya hampir sama. Dalam bukunya yang berjudul Homo Deus, Yoval Noah Harrari menjelaskan, suatu perubahan dimulai bukan dari gerakan masal yang besar, melainkan gerakan kecil yang terorganisir dengan rapi. Itu terbukti dengan apa yang terjadi di revolusi Romania bahkan Perancis sekalipun. Ada kelompok kecil dengan sistem yang luar biasa rapi, hadir dan menguasai banyak pihak, sehingga ia akan mengambil alih peran untuk perubahan. Don Vito tidak hanya menggeser kepercayaan masyarakat terhadap polisi, tetapi juga pada negara. Kemudian sang GodFather membuktikan mengapa ia menjadi GodFather.

            Orang-orang saat ini terlalu naif. Mereka beranggapan bahwa gerakan netral atas nama rakyat itu benar-benar ada. Dalam sejarah, Ketika kita mempercayai satu sejarah, kita akan membunuh sejarah yang lain, begitulah ungkap Yuval di buku yang sama. Jadi, Don Vito sendiripun, hadir menjadi otak perjalanan mafianya atas nama keluarga Carleone dan kemudian seluruh Carleone percaya kepadanya. Begitulah dunia ini bekerja, kita akan mempercayakan perubahan pada satu sosok, bahkan jika itu yang disebut dengan Tuhan. Dalam perjalanan manusia, hewan melakukan hal yang sama. Namun manusia hadir dengan kreatifitas imajinasi untuk melakukan sebuah perubahan, yang disebut dengan kepercayaan. Don Vito memberikan kepuasan kepercayaan terhadap seluruh anggota Carleone. Kemudian mereka bergerak atas kepercayaan terhadap Don Vito.

            Di Samarinda, pergerakan rakyat terhambat oleh kesombongan kelompok untuk mempercayai sesuatu. Mereka percaya pada perubahan, tetapi lebih dari itu, mereka tidak percaya pada kelompok lain. Membingungkan, namun kenyataannya begitu. Satu kelompok lain akan membuat pernyataan untuk membenci kelompok lain, bukankah itu kesenjangan, perubahan semacam apa yang akan lahir dari situ. Jika kita mau berkaca pada apa yang terjadi di The GodFather, Hal-hal sentiment semacam itu akan ditolak mentah-mentah oleh Don Vito, itu takkan memberikan apa-apa, Begitu katanya. Mau kelompok kecil percaya pada Karl Marx atau Adam Smith sekalipun, itu takkan merubah tujuannya untuk melakukan perlawanan. Seyogianya, sentiment-sentimen kecil tidak perlu dibahas terlalu besar di sebuah pembangunan perencanaan. Don Vito, berhasil melakukannya.

            Aksi Kamisan Kaltim, Demo yang terjadi di Samarinda, dll, adalah gerakan rakyat yang diawali oleh inisiasi. Pertanyaannya siapa yang menginisiasi hal tersebut? Don Vito? Tidak mungkin, Don Vito tidak lahir di Samarinda. Mungkin benar, jika mengidolakan satu tokoh dan menjadikannya sebagai sosok perlawanan, itu akan membuatnya semakin besar. Tetapi sebenarnya apa yang ingin kita raih? Perubahan bukan? Tidak peduli siapa tokohnya, yang terpenting adalah apa yang dihasilkan. Kita selalu ingin menjadi pemeran utama, menjadi seorang yang dianggap dan diperhitungkan. Will to power, Nietzsche mengatakannya seperti itu. Wajar jika seseorang ingin menjadi sosok yang diperhitungkan, tetapi dalam urusan kekeluargaan atau organisasi, kita perlu menuju tujuan bersama bukan dengan pribadi masing-masing.

            Terlalu utopis? Mari kita mundur ke belakang sebelum berbicara lebih jauh tentang Don Vito dan gerakan di Samarinda. Kristen membutuhkan sosok Yesus untuk melancarkan agamanya, Islam butuh Nabi Muhammad SAW untuk menyempurnakan ajarannya, Yahudi butuh Ibrahim AS untuk mengakui keturunannya dan Buddha butuh Sidharta untuk mengerti arti kebahagiaan. Evolusi manusia dibarengi oleh kehadiran Homo Sapiens yang menghancurkan Naendhertal, melalui kepercayaan bahwa mereka adalah makhluk penguasa. Baiklah, itu hanya gambaran sederhana. Pada akhirnya kita membutuhkan Einstein untuk mengerti relativitas atau kita membutuhkan sosok Newton untuk hukum newton. Lalu kemudian penerus-penerusnya hadir membawa kepercayaan yang sama. Bukankah begitu dunia ini bekerja? Baiklah, Namrud, Fir’aun, jelas menjadi catatan sejarah dalam kehidupan timur tengah, tidak peduli perihal kesalahan yang mereka perbuat, mereka hadir sebagai Tuhan-Tuhan yang dianggap memberikan kehidupan di timur tengah kala itu.

            Demikianlah sosok Don Vito tidak hanya menjadi tokoh dalam film tersebut, namun juga menjadi keseluruhan film itu. Namun benarkah perubahan akan lahir jika dipimpin oleh seseorang saja? Tidak juga seperti itu. Seorang yang perlu melakukan perubahan, adalah seseorang yang merangkul segala aspek hubungan antar pribadi. Jika seseorang gagal melakukan itu, otomatis kegagalan ada di depan mata. Itukah yang disebut netral? Baiklah, bagaimana jika satu keputusan itu akan merugikan segelintir orang? Nah, inilah yang kemudian menjadi alasan kita membahas keadilan di awal tulisan.

            Keadilan, adalah istilah untuk menyingkirkan kepentingan kecil atau sebaliknya. Sebuah sistem yang diciptakan manusia, itu tidak akan sempurna, Socrates berpendapat semacam itu. Dalam membentuk hubungan antar individu, selalu saja ada sosok yang merasa dirugikan. Namun bukan berarti itu harus terhenti begitu saja, seseorang akan merasa dirugikan karna mereka hanya peduli soal mereka saja dengan alasan bahwa ia membela semuanya. Fakta tidak berjalan atas opini saja, ia ada dan menjadi kenyataan. Don Vito, tidak semerta-merta memberikan keadilan pada seluruh pemangku kepentingan mafia di New York, bahkan Tattaglia sempat melakukan perlawanan karena merasa dirugikan oleh Don Vito. Tetapi kemudian Don Vito membentuk pertemuan keluarga untuk memberika solusi. Itulah sosok yang menjadi menakutkan, sosok yang bahkan bisa berunding dengan musuhnya.

            Pemikiran saja tidak cukup untuk melakukan perubahan, harus ada kepercayaan serta penggerak di dalamnya. Sentimen yang tidak seharusnya digubris, tidak perlu mendapatkan perhatian lebih banyak daripada tujuan itu sendiri. Kamu harus membalas utangmu pada Don-mu, Percakapan semacam itu sering terjadi di The Godfather. Lantas, jika yang disebut keluarga itu Indonesia, Samarinda, Aksi Kamisan, Mahasiswa dll, harus ada yang berani memberikan kepercayaan serta mempercayai seseorang. Tidak ada perubahan yang tidak menghasilkan tokoh, tapi tidak ada yang lebih penting daripada tokoh selain perubahan itu sendiri. Italians have a little joke, that the world is so hard, a man must have two fathers to look after him, and that’s why the have godfather (Mario Puzo).

Samarinda, 6 Januari 2022.

Posts created 1

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Posts

Begin typing your search term above and press enter to search. Press ESC to cancel.

Back To Top