Misi Pertama Bege

Tiga puluh menit sudah Bege duduk-duduk di Taman Universitas Mulawarman sambil menenteng tas berisi beberapa buku.  Bege merupakan seorang  fresh graduate sekolah intelijen. Hari ini, ia mendapatkan misi sekaligus pembelajaran pertamanya untuk memantau diskusi disana. Kebetulan, hari ini ada 3 diskusi yang diadakan 3 kelompok mahasiswa yang berbeda. Di antara 3 kelompok diskusi tersebut, 2 kelompok di antaranya dianggap berbahaya.

“Kelas pekerja harus merebut alat produksi!” Teriak salah satu mahasiswa dari lingkaran kelompok pertama. Ia mengenakan kaus berwarna hitam dengan gambar Che Guevera di tengahnya.

Bege mendekat ke kerumunan tersebut. Ia kemudian duduk dalam jarak yang aman sambil mengeluarkan buku berwarna merah dari tasnya. Mahasiswa yang sedang berorasi tadi melirik ke arahnya.

“Untuk aksi nanti akan disampaikan pada masing-masing koordinator. Terima kasih semuanya sudah meluangkan waktunya untuk membangun gerakan revolusioner kita,” ujar mahasiswa itu kemudian menutup perhelatan diskusi. Kegiatan itu pun selesai dan dilanjutkan dengan obrolan-obrolan biasa.

Bege kemudian melipir ke lingkaran diskusi kelompok kedua.

“Islam adalah solusi, dan khilafah harus ditegakkan!” Kali ini, orator diskusi meneriakkan sesuatu yang sama sekali berbeda dari sebelumnya. Bege duduk agak jauh dari lingkaran diskusi sambil mengeluarkan buku berwarna putih. Beberapa menit kemudian, pembicara tersebut melihat ke arah Bege, Bege berusaha tenang seolah membaca buku sambil mendengarkan diskusi.

“Terima kasih Akhi Ukhti semuanya, kita sudahi diskusi ini. Wassalamualaikum,” serupa seperti di lingkaran sebelumnya, diskusi itu langsung ditutup oleh pemimpin diskusinya. Lingkaran itu bubar dan berjalan menuju masjid karena suara adzan sudah terdengar.

Bege lemas, tidak banyak informasi yang didapat dari 2 kelompok tersebut. Padahal, 2 kelompok tersebutyang perlu dipantau. Bege berjalan tanpa semangat ke kelompok ketiga, kelompok yang sebenarnya aman-aman saja dan tidak termasuk penugasannya.

Kali ini Bege masuk membaur ke dalam kelompok tersebut. Kelompok tersebut tergolong ramah, Bege ditawari makanan ringan dan air minum yang tidak ada pada diskusi-diskusi sebelumnya. Bege menerima sambil tersenyum membalas sambutan mereka. Ia kemudian mengeluarkan buku berwarna merah-putih dari tasnya.

“Baik PKI maupun HTI itu sama bahanya, saudara semua. Keduanya gerakan transnasional, dan transnasional membahayakan kepentingan nasional,” ucap salah seorang dari lingkaran diskusi tersebut. Bege mendengarkan sambil terkantuk-kantuk, tidak ada yang menarik dari diskusi terakhir ini.

Bege lalu memutuskan untuk kembali ke kantornya dan menghadap atasannya.

“Kamu tolol!” Bentak atasannya setelah menerima laporan Bege.

“Ada apa, Pak? Apa salah saya?” Tanya Bege  kebingungan.

“Penyamaranmu terbongkar!” Jawab atasannya dengan murka.

“Bagaimana bisa, pak? Saya sudah bertingkah selayaknya mahasiswa,” Bege mencoba membela diri.

“Tidak ada mahasiswa sekalipun aktivis jaman sekarang yang membaca buku, apalagi di taman, Bege!” Teriak atasan Bege sambil membanting pintu meninggalkan ruangan.

Posts created 1

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Posts

Begin typing your search term above and press enter to search. Press ESC to cancel.

Back To Top